TEMPO.CO, Jakarta – Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan penyebab cuaca ekstrem akhir-akhir ini dan prediksi kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan di tahun 2023.
Misalnya di Kemayoran hujan, tapi kami bilang hujan akan turun di dekat Kemayoran. Ini adalah ketidaktepatan. Kami berhati-hati tentang hal ini, itulah sebabnya kami mengulangi peringatan tersebut.
Ketika Siklon Tropis Seroja melanda, berapa hari sebelumnya BMKG diberitahu?
Sekitar tiga hari. Itu terjadi pada satu atau dua pagi. Peringatan dini terakhir dilakukan pada pukul 21.00. Saat itu, kami mengeluarkan peringatan hingga hampir tengah malam. Namun perhatian publik di media sosial semakin berkurang akibat kabar Atta Halilintar akan menikah.
Krisis iklim adalah fenomena global. Bagaimana BMKG bekerjasama dengan lembaga internasional?
Kami berada di bawah pengawasan dan kendali Badan Meteorologi Internasional. Ada kelemahan dan keterbatasan teknologi. Padahal, tidak ada batasan teknologi jika ada data yang memadai.
Data apa yang terbatas?
Lautan. Data iklim relatif lebih melimpah karena bersifat terbuka. Tetapi setiap negara menyimpan rahasia tentang data lautnya. Ini berkaitan dengan kedaulatan.
Apakah ini berarti bahwa sedikit data laut dapat dibagikan?
Tidak semua negara mengizinkan akses ke data mereka ketika perubahan iklim akan dimitigasi secara efektif jika ada banyak data laut.
Bagaimana BMKG memantau lautan?
Penggunaan model matematika. Ada juga stasiun yang menggunakan radar stasiun cuaca otomatis. Kami juga melepaskan perahu kecil. Peralatan yang dikeluarkan, meskipun hanya satu, mengumpulkan data suhu, tekanan, salinitas, dan berbagai parameter. Namun data tersebut masih relatif terbatas dibandingkan dengan data meteorologi. Untuk memahami dampak perubahan iklim di Indonesia, kita membutuhkan data dari negara lain. Demikian pula tempat-tempat di luar Indonesia juga membutuhkan data dari Indonesia, sehingga Organisasi Meteorologi Dunia mengeluarkan kebijakan data terbuka pada tahun 2021.
Apakah ada transparansi dalam praktiknya?
Itu sulit. Data laut dikumpulkan dari pelampung. Amerika Serikat dan negara maju memiliki banyak pelampung. Indonesia sepertinya tidak ada. Tapi kami ditunjuk sebagai kepala organisasi pengelola pelampung.
Apa efek dari tidak memiliki pelampung?
Kami tidak memiliki data, kami tidak dapat melakukan analisis. BMKG menyiapkan peralatan sejenis pelampung. Kami bekerja sama dengan negara lain untuk memelihara pelampung dan mengumpulkan data pelampung milik negara lain di Samudera Hindia.
(Pada tahun 2019, Indonesia meluncurkan InaBuoy produksi PAL Indonesia yang didistribusikan di wilayah laut yang rawan tsunami. Pelampung tersebut merupakan bagian dari Program Peringatan Dini Tsunami (Ina-TEWS) yang dibentuk BMKG pada November 2008).
Apakah tidak mungkin untuk memprediksi gempa bumi?
Secara teori, ilmu untuk memprediksi gempa sudah ada. BMKG sudah melakukan ini selama lima tahun.
Dan hasilnya?
(Kami) tidak berani mempublikasikan.
Baca wawancara selengkapnya di waktu Inggris Majalah
“Sarjana musik ekstrem. Penggemar kopi yang ramah. Penginjil makanan. Pembaca hardcore. Introvert freelance. Pengacara Twitter.”