Dalam RUU PDP, Fintech dapat dikenai sanksi pidana jika terjadi kebocoran info pribadi

JAKARTA, KOMPAS.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia terus membahas RUU (RUU) Perlindungan knowledge pribadi (PDP) mengingat urgensi banyaknya kasus pelanggaran info.

Dalam RUU tersebut, kebocoran atau penyalahgunaan details pribadi oleh penyelenggara, seperti fintech atau Peron belanja online (perdagangan elektronik) akan diberi sanksi.

Direktur Pengelolaan Aplikasi TI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Mariam F. Barata mengatakan, sanksi berupa sanksi administratif dan pidana.

Baca juga: Dalam RUU tersebut, Fintech berkewajiban untuk memberitahukan klien kepada Menteri jika terjadi pembobolan facts

Sanksi administratif dijatuhkan jika terjadi pelanggaran kewajiban. Hukuman yang dijatuhkan berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan, kompensasi dan denda administratif.

“Namun jika dia melakukan tindakan terlarang seperti memproses (info pribadi) di luar perjanjian pertama, dia akan dikenai sanksi pidana,” kata Mariam saat acara digital FinTech Speak untuk Countrywide 7 days of Fintech 2020, Senin 16/11/2020.

Sanksi pidana berupa pidana penjara, denda, dan sanksi tambahan bagi perusahaan.

Dengan mengacu pada pasal 42 RUU PDP, Pelaku yang mencuri atau memalsukan information pribadi untuk tujuan melakukan tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan pidana penjara paling banyak Rp300 juta.

Dalam artikel berikut, denda bisa dinaikkan menjadi maksimal 1 miliar rupee. Sanksi dasar ini bertambah jika pelanggaran dilakukan oleh badan usaha.

“Pemilik info pribadi juga berhak menggugat dan menerima kompensasi atas pelanggaran,” kata Mariam.

Baca juga: Pemerintah menambah 8,57 triliun rupee PMN

Selain itu, Maryam mengungkapkan ada 3 pilar penting di dalamnya Perlindungan info pribadi, Ini adalah Politik (Politik), Pengolahan (pengolahan data oleh penyelenggara), dan orang-orang (Manusia).

Kebijakan tersebut akan berkaitan dengan peraturan, penerimaan info secara hukum (dengan persetujuan pemilik details pribadi), dan permintaan data harus sesuai kebutuhan, yaitu tidak lebih dari yang diperlukan.

READ  China menyita Bitcoin senilai Rp 46 triliun - Blockchain Media Indonesia

Pada pilar kedua, perusahaan tidak boleh memberikan data pribadi kepada pihak ketiga yang tidak sesuai dalam pemrosesan awal, pemrosesan facts pribadi harus sesuai dengan prinsip dan menerapkan manajemen.

Kemudian di pilar ketiga, ada orang (manusia). Yakni pengontrol knowledge (penyelenggara) harus mendidik karyawan yang mengumpulkan details. Begitu pula untuk pemilik details pribadi itu dia koleksi “, tutup Mariam.

Baca juga: Ridwan Kamil: Saya kaget investasi yang masuk ke Jabar dikalikan 6 …

Written By
More from Faisal Hadi
Gempa bumi berkekuatan 5,8 SR mengguncang ibu kota Indonesia
Gempa bumi yang kuat dan dalam mengguncang ibu kota Indonesia dan bagian...
Read More
Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *