JAKARTA (Reuters) – Turis di Indonesia menemukan manfaat hutan bakau saat negara kepulauan itu mendorong untuk menanam kembali atau melestarikan daerah pesisir kaya karbon yang telah dihancurkan oleh aktivitas manusia.
Connie Sihombing, seorang warga Jakarta berusia 50 tahun, tidak peduli mendengar lalu lintas atau pesawat terbang di atas kepala saat dia mengayuh kayak melewati air keruh dan akar pohon bakau yang melengkung.
“Saya telah melakukan perjalanan jauh tetapi tidak tahu bahwa di dekat rumah saya ada taman yang menarik dan indah ini,” katanya, merujuk pada hutan bakau yang dilindungi di sepanjang pantai utara ibu kota.
Mangrove di Indonesia, negara dengan lebih dari 17.000 pulau dan bermil-mil garis pantai, telah menyusut menjadi sekitar 4,1 juta hektar (10,1 juta acre) karena pembangunan perkotaan atau pertanian buah-buahan di laut menggantikan pertahanan alami terhadap kenaikan permukaan laut dan intrusi air asin. .
Tahun lalu saja, negara kehilangan 700.000 hektar mangrove, menurut Badan Restorasi Mangrove dan Gambut Indonesia (BRGM).
Indonesia berharap, bersama dengan upaya negara, “ekowisata”, yang melibatkan orang-orang yang mengeksplorasi, menanam dan merawat hutan, akan membantu mereka memahami pentingnya hutan sebagai penyimpan karbon dan pusat keanekaragaman hayati.
“Banyak orang dan perusahaan yang meratakan hutan mangrove ini kemudian membangun tempat wisata di atasnya dengan menumpuk pasir untuk membuat pantai buatan. Ini bertentangan dengan kelestarian alam,” kata pemilik Muhammad Saleh Alatas dari Mangrove Paddling Centre yang menyelenggarakan tur. di hutan bakau Jakarta.
Taman Cagar Alam Angke Kapuk seluas 98 hektar, tempat wisata berlangsung, hanyalah sebagian kecil dari apa yang menurut para ahli lingkungan diperlukan dunia untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada hutan bakau dan lahan basah lainnya.
Sementara pendanaan pemerintah telah meningkat selama lima tahun terakhir, dukungan dari lembaga swasta dan lembaga swadaya masyarakat masih diperlukan, kata Direktur Balai Konservasi Alam Nusantara Muhammad Ilman.
(Laporan Tommy Ardiansyah, Johan Purnomo, Zahra Matarani; Editing Kanupriya Kapoor dan Emelia Sithole-Matarise)
Pemecah masalah. Penulis. Pembaca lepas. Gamer setia. Penggemar makanan jahat. Penjelajah. Pecandu media sosial yang tidak menyesal.”