JAKARTA, KOMPAS.com – PT Asuransi Jiwa WanaArtha (WanaArtha Kehidupan) menyangkal pernyataan tersebut SEJAK menyatakan bahwa WanaArtha telah default sejak Oktober 2019.
CEO WanaArtha Lifetime Yanes Y. Matulawa mengatakan, pihaknya menunda pembayaran dari polisi ke pelanggan sejak Dibawah Tambahan Securities (SRE) diblokir pada 21 Januari 2020.
Ia juga mengatakan sebelumnya pihaknya memiliki bukti pembayaran klaim pelanggan Oktober 2019 tambahan efeknya diblokir.
Baca juga: Akun diblokir, OJK pastikan WanaArtha Daily life terus berjalan
“Pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono bahwa WanaArtha Existence tidak membayar pada Oktober 2019 adalah informasi palsu,” kata Yanes dalam siaran persnya, Senin (28/9). 2020).
Yanes mengatakan Kejaksaan Agung juga keliru menyebutkan kejaksaan tidak pernah menyita uang nasabah WanaArtha Everyday living, melainkan saham atau reksa dana milik terdakwa dalam kasus Jiwasraya. , Benny Tjokro yang berada di Wanaartha Existence.
Kejaksaan ternyata memblokir dan menyita akun caption WanaArtha Life (SRE) yang berisi dana kelolaan milik pemegang polis. Alasannya, perusahaan asuransi mengumpulkan dana atas premi yang dibayarkan oleh pemegang polis.
Selain itu, kata Yanes, dana tersebut diinvestasikan dan dikelola pihak ketiga, termasuk di pasar uang dan pasar modal, yang harus mengikuti protokol transaksi yang diatur oleh OJK dan BEI.
“Benny Tjokro sama sekali bukan pemegang saham, trader, apalagi pemegang saham WanaArtha Lifestyle. Benny Tjokro tidak punya aset di WanaArtha Everyday living,” ujarnya.
Baca juga: Dalam kasus Jiwasraya, seorang nasabah Wanaartha mengajukan keberatan atas pemblokiran rekening efek
Kirim surat keberatan
Dengan demikian, pihaknya menilai pernyataan Jampidsus Ali Mukartono sangat tidak akurat dan tidak akurat. Padahal WanaArtha mengaku menyurati Kejaksaan Agung yakni Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah.
Surat bernomor 024 / BDO / WAL / II / 2020 tanggal 14 Februari 2020 perihal pengajuan keberatan atas pemblokiran shut caption accounts (SRE) dan permintaan pencabutan perintah pemblokiran akun closed caption .
Di sisi lain, kami bertanya-tanya mengapa hal ini hanya dijawab oleh Kejaksaan Agung dalam RDP dengan Komite III DPR RI pada 24 September 2020, ”kata Yanes.
Kemudian kata Yanes, Main Fiscal Officer WanaArtha Existence Daniel Halim setidaknya telah memberikan keterangan kepada Kejaksaan Agung sebanyak 4 kali selama penyidikan kasus Jiwasraya.
Di sisi lain, Kejaksaan Agung meminta klarifikasi melalui forum tidak resmi, tanpa surat permintaan data terkait klien WanaArtha Existence.
“Tentunya jika ini dilakukan melalui forum tidak resmi, kami tidak bisa melakukan apa yang diminta kejaksaan, karena data klien WanaArtha Everyday living bersifat rahasia dan terbatas, jadi kami hanya dapat menyediakannya melalui discussion board resmi, ”pungkasnya.
Baca juga: Klien Presiden Jokowi WanaArtha Surati Minta Perlindungan Hukum, Ada Apa?
“Sarjana musik ekstrem. Penggemar kopi yang ramah. Penginjil makanan. Pembaca hardcore. Introvert freelance. Pengacara Twitter.”