JAKARTA: Relaksasi aturan perbankan yang memudahkan peminjam di Indonesia yang terkena dampak pandemi untuk merestrukturisasi pinjaman mereka akan diperpanjang hingga Maret 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan.
Perpanjangan tersebut akan membantu “menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas perbankan serta meningkatkan kinerja debitur COVID-19 yang direstrukturisasi,” kata Presiden Direktur Wimboh Santoso dalam sebuah pernyataan.
Aturan yang longgar mengharuskan lender untuk mempertimbangkan hanya satu faktor ketika menilai kualitas kredit – apakah peminjam dapat membayar pokok pinjaman tepat waktu. Sebelumnya, kondisi keuangan secara keseluruhan dan prospek usaha seorang peminjam juga diperhitungkan.
Pinjaman yang direstrukturisasi dari peminjam yang terkena dampak pandemi turun menjadi 778,9 triliun rupee ($ 54,6 miliar) pada bulan Juli, kata OJK. Ini diberikan kepada sekitar 5 juta debitur, di mana 71,5% di antaranya adalah usaha mikro, kecil dan menengah.
Ini dibandingkan dengan 971 triliun rupee yang terutang oleh 7,6 juta peminjam pada akhir tahun 2020, menurut media lokal.
Namun OJK menambahkan, rasio kredit bermasalah naik menjadi 3,35% pada Juli, dari 3,06% pada akhir tahun lalu.
Bank sentral Indonesia telah memangkas suku bunga secara kumulatif 150 foundation poin dan menyuntikkan lebih dari $57 miliar likuiditas ke dalam sistem perbankan untuk membantu ekonomi terbesar di Asia Tenggara itu mengatasi dampak pandemi COVID-19.
(US$1 = 14.270.000 rupee)
(Laporan Gayatri Suroyo Enhancing oleh Edwina Gibbs)
“Sarjana musik ekstrem. Penggemar kopi yang ramah. Penginjil makanan. Pembaca hardcore. Introvert freelance. Pengacara Twitter.”