JAKARTA (BLOOMBERG) – Indonesia tidak akan menyetujui pembangkit listrik tenaga batu bara baru untuk meningkatkan upaya pengurangan emisi karbon.
Pemerintah hanya akan mengizinkan penyelesaian pabrik yang sudah dalam pembangunan atau telah mencapai financial close, kata Direktur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana dalam rapat dengar pendapat parlemen, Kamis 27 Mei.
Ini adalah inisiatif terbaru dari Indonesia, pengekspor batubara termal terbesar di dunia, untuk mengejar ketinggalan dalam perlombaan global untuk mengurangi gas rumah kaca.
Negara ini juga berencana untuk menawarkan insentif energi terbarukan, mengenakan pajak karbon dan mengembangkan sistem perdagangan emisi karbon karena berusaha untuk mengurangi emisi sebesar 26,8% pada 27,1% dari baseline tahun 2010.
Ekonomi terbesar di Asia Tenggara itu secara bertahap akan merelokasi sekitar 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel, dengan total kapasitas 2 gigawatt, untuk ditenagai oleh sumber terbarukan, kata Mulyana. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia diperkirakan membutuhkan kapasitas 41 GW.
Perusahaan Listrik Negara juga akan menghentikan semua pembangkit listrik tenaga batu bara pada tahun 2056 dan beralih ke energi terbarukan, kata Wakil Direktur Darmawan Prasodjo.
Perusahaan listrik milik negara ini memiliki total kapasitas pembangkit terpasang sebesar 63,2 GW pada tahun 2020, dengan energi terbarukan sebesar 7,9 GW. Ia berencana untuk meningkatkan angka itu menjadi 24,1 GW pada tahun 2030.