Sulistyono mengatakan, peran Musimin sangat berharga bagi kelangsungan hidup anggrek di Merapi.
“Melalui upaya konservasi Musimin, kami dapat mengedukasi masyarakat bahwa ada spesies tanaman yang perlu dilindungi (dan) perlu terus ada di habitatnya,” katanya.
“Ada juga upaya konservasi melalui program adopsi (anggrek). (Orang) membeli anggrek tetapi tidak membawanya pulang. (Mereka) ditanam kembali di habitatnya. Suatu hari nanti mereka akan kembali dan berkata, anggrek yang pernah saya beli.” Melalui kegiatan tersebut, kita dapat mendorong lebih banyak partisipasi masyarakat.
BERJUANG SENDIRI
Dengan bertambahnya usia Musimin, dia menyadari bahwa dia tidak gesit dan aktif. Hari-hari ini, dia hanya menjelajah ke hutan sekali sehari, bukan beberapa kali ketika dia masih berusia 30-an dan 40-an.
Ketiga putrinya tidak begitu menyukai konservasi anggrek. “Itulah mengapa saya suka membawa cucu-cucu saya ke rumah kaca dan ke hutan. Saya berharap suatu hari mereka akan mengembangkan gairah untuk anggrek, ”katanya.
Pekerjaan Musimin telah menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Upayanya menginspirasi Taman Nasional Merapi untuk membuat program serupa di tempat lain, kata Karyadi, pengelola taman nasional, seraya menambahkan bahwa sekarang setidaknya ada tiga pembibitan anggrek lain yang dikelola oleh kelompok dan komunitas, yang tinggal di sekitar taman nasional.
“Sarjana makanan bersertifikat. Pencinta internet. Guru budaya pop. Gamer yang tidak menyesal. Penggemar musik fanatik.”