BMKG menerapkan solusi berbasis sains untuk mengatasi kekeringan

BMKG menerapkan solusi berbasis sains untuk mengatasi kekeringan

Bagaimana kita bisa tahu? Karena ada data (ilmiah), observasi dan analisis.

Jakarta (ANTARA) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggunakan solusi berbasis sains sebagai bagian dari upaya mitigasi dampak kekeringan di Indonesia, kata Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.

“Musim kemarau tahun ini (2023) akan lebih kering dari tiga tahun sebelumnya (2020-2022). Bagaimana kita bisa tahu? Karena ada data, pengamatan dan analisis (ilmiah)”, ujarnya kepada Merdeka. Diskusi Forum Barat 9 tentang konservasi air pada hari Senin.

Menurut ramalan BMKG, musim kemarau di Indonesia akan berlangsung pada Juni hingga September 2023.

Karena itu, kata pejabat BMKG, pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyiapkan upaya modifikasi cuaca.

Modifikasi iklim akan dilakukan mulai akhir Februari hingga Mei 2023 untuk meningkatkan intensitas hujan dan mengisi waduk serta bendungan untuk menghindari kekurangan air menjelang musim kemarau.

Selain itu, BMKG berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membangun sumur bor tambahan untuk mengatasi kekeringan.

Karnawati menginformasikan, pelaksanaan kajian ilmiah dan berbasis data serta penyediaan infrastruktur air sebagai solusi penanggulangan kekeringan harus dilakukan secara berbasis masyarakat.

Masyarakat juga harus dilibatkan dalam manajemen pengurangan risiko bencana melalui pemberdayaan masyarakat, misalnya dengan mendorong petani memanen air hujan dengan membangun kolam retensi sendiri di dekat lahan mereka, katanya.

Upaya ini telah diterapkan oleh para petani di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Yogyakarta untuk mengairi lahan mereka pada musim kemarau, jelasnya.

Menurut Juru Bicara Kementerian PUPR, Endra Atmawidjaja, pemerintah saat ini sedang mengupayakan pembangunan sejumlah bendungan untuk mengairi lahan pertanian agar petani bisa bercocok tanam sepanjang tahun.

“Sebelum bendungan dibangun, kami hanya bisa menanam padi dan palawija masing-masing satu kali (per tahun). Saat ini (sekali bendungan dibangun), kami setidaknya bisa menanam padi dua kali dan palawija satu kali (per tahun). ), tergantung ketersediaan air di bendungan,” jelasnya.

Berita terkait: Perlu optimalisasi sumber daya air untuk mitigasi kekeringan: BMKG
Berita Terkait: Kementerian bersiap mengantisipasi kekeringan

Diterjemahkan oleh: Sugiharto Purnama, Uyu Liman
Penerbit : Rahmad Nasution
HAK CIPTA © ANTARA 2023

Written By
More from Faisal Hadi
Seharusnya IHSG terus melemah, disarankan untuk menjual saham tersebut
Wartawan: Kenia Intan | Editor: Wahyu T. Rahmawati KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks...
Read More
Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *