Penundaan bantuan dari Amerika Serikat yang dialamatkan kepada Ukraina telah menciptakan risiko besar bagi Kyiv dalam perang melawan Moskow. Andriy Yermak, Kepala Kantor Presiden Ukraina, mengatakan bahwa penundaan tersebut akan membuat Kyiv berada dalam posisi yang sama dan menghadapi risiko kalah dalam perang. Para pejabat Gedung Putih mengungkapkan bahwa Amerika Serikat kehabisan waktu dan uang untuk membantu Ukraina melawan Rusia.
Presiden Joe Biden telah meminta Kongres untuk memberikan dana sebesar hampir US$106 miliar (Rp1.640 triliun) untuk mendanai rencana yang mencakup Ukraina, Israel, dan keamanan perbatasan. Namun, Partai Republik yang menguasai DPR menolak paket bantuan tersebut.
Pemerintah Ukraina memperkirakan akan menghadapi defisit anggaran senilai US$43 miliar (Rp665 triliun) pada tahun depan jika tidak mendapatkan dukungan anggaran langsung. Oleh karena itu, Yermak berencana untuk mendorong anggota parlemen dan pejabat pemerintah di Washington untuk mempertimbangkan pentingnya persetujuan Kongres terhadap paket bantuan baru tersebut.
Sementara itu, Ukraina melancarkan serangan balasan yang besar namun tidak berhasil menembus garis pertahanan Rusia. Saat ini, Rusia juga melancarkan serangan di wilayah timur Ukraina.
Yermak menegaskan bahwa Kyiv memiliki rencana yang matang untuk menghadapi pasukan Moskow tahun depan. Rencana tersebut mencakup operasi militer, kegiatan diplomasi, serta kerja sama di bidang komunikasi dan informasi.
Dalam menghadapi kondisi ini, pemerintah Ukraina terus berupaya untuk mendapatkan dukungan internasional yang kuat dalam melawan Moskow. Mereka mengharapkan Amerika Serikat dan negara-negara lainnya untuk memberikan bantuan yang tidak hanya finansial, tetapi juga politik dan militer.
Kedepannya, Kyiv akan terus melakukan upaya untuk mengamankan keselamatan dan kedaulatan negara mereka. Dalam menghadapi keganasan Rusia, Ukraina tidak akan mundur dan tetap bertekad mempertahankan kemerdekaan mereka.
