Regulasi Baru Apostille: Upaya Indonesia Dorong Kemudahan Berusaha

Regulasi Baru Apostille: Upaya Indonesia Dorong Kemudahan Berusaha

pengantar

Indonesia telah menyetujui Konvensi Den Haag 1961 Menghapus Persyaratan Legalisasi Dokumen Publik Asing (“Konvensi Haye”). Peraturan daerah terkait yang memberlakukan Konvensi Den Haag adalah Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2021, yang diikuti dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor ° 6 Tahun 2022 (“Permendagri 6/2022”).

Saat ini, setiap dokumen yang akan digunakan di Indonesia tetapi ditandatangani di luar wilayah Republik Indonesia harus dilegalisir di KBRI tempat dokumen tersebut ditandatangani. Persyaratan ini tidak hanya memakan waktu tetapi juga menambah biaya tambahan untuk keseluruhan proses. Kasus yang paling umum adalah ketika sebuah perusahaan Indonesia ingin menyiapkan keputusan melingkar pemegang saham untuk mengeluarkan keputusan tertentu, dan satu atau lebih pemegang saham berdomisili di luar Indonesia. Pemegang saham ini harus pergi ke KBRI untuk mengesahkan dokumen dan menyerahkan dokumen yang telah dilegalisir ke Indonesia untuk pembuatan akta notaris.

Penerapan

Permenkes RI 6/2022 sebagai peraturan pelaksana Konvensi Den Haag akan mulai berlaku pada tanggal 4 Juni 2022. Setelah penerapan ini, diharapkan tidak diperlukan lagi legalisasi dokumen yang ditandatangani di luar Indonesia. . Berdasarkan Konvensi Den Haag, pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Negara Peserta bertanggung jawab untuk menerbitkan sertifikat (“Apostille”) yang bertindak untuk menyatakan asal-usul dokumen publik yang dihasilkan oleh Negara-negara Pihak ini. Negara-negara Penandatangan Konvensi Den Haag diharuskan menerima Apostille sebagai cukup untuk memverifikasi asal-usul suatu dokumen.

Pemerintah Republik Indonesia telah mengangkat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“MOLHR”) sebagai pejabat yang berwenang untuk menerbitkan Apostille untuk dokumen-dokumen yang ditandatangani di Indonesia untuk digunakan di Negara-negara Pihak lainnya. Sesuai dengan Peraturan MOLHR 6/2022, pemohon layanan Apostille harus mengajukan aplikasi on the net bersama dengan dokumen pendukung (seperti dokumen identitas pemohon) dan salinan pindaian dokumen yang diminta Apostille. Setelah menerima aplikasi ini, MOLHR akan melanjutkan untuk memverifikasi aplikasi, dan setelah verifikasi selesai, pemohon akan diminta untuk membayar biaya resmi. Setelah pembayaran, pemohon akan diberi tahu secara elektronik untuk mengambil sertifikat apostille dan membawa dokumen yang semula diminta untuk apostille.

READ  Segera Selenggarakan RUPS, Inilah Calon Presiden yang Tepat untuk Menjadi Presiden dan CEO Banque Mandiri

Bagi Singapura yang juga merupakan pihak dalam Konvensi Den Haag, otoritas yang berwenang untuk membubuhkan Apostille adalah Singapore Law Academy (“GARAM”). Dengan demikian, mulai tanggal 4 Juni 2022, dokumen yang ditandatangani di Singapura dan dimaksudkan untuk digunakan di Indonesia tidak perlu lagi dilegalisir oleh KBRI Singapura, melainkan dapat digunakan di Indonesia setelah itu dokumen tersebut telah disertifikasi oleh Apostille oleh SAL.

Implementasi dalam praktik

Meskipun Permenkes RI No 4/2022 menjelaskan bahwa Indonesia kini telah sepenuhnya mematuhi Konvensi Den Haag, kami berharap akan ada kesenjangan antara peraturan tertulis dan implementasinya dalam praktik selama periode awal. Beberapa notaris Indonesia mungkin enggan untuk menerima Apostille yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dan masih memerlukan proses yang ordinary (yaitu notaris dan legalisasi). Namun, setelah sepenuhnya selesai dan diterima, prosedur Apostille akan membuat bisnis di Indonesia menjadi lebih mudah.

Written By
More from Faisal Hadi
Ekonomi digital Indonesia berpotensi tumbuh lebih jauh: Luthfi
Jakarta (ANTARA) – Ekonomi digital Indonesia berpotensi untuk berkembang lebih jauh, terutama...
Read More
Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *