Berita terbaru di Rusia menghebohkan setelah terjadinya insiden kebakaran besar di sebuah mal di Siberia pada tahun 2018. Pasca kejadian tersebut, terdengar teriakan slogan “Putin mundur!” dari sejumlah warga yang mengecam kegagalan pemerintah dalam mengatasi situasi darurat.
Namun, peristiwa tragis lainnya mengguncang Rusia setelah serangan teror terjadi di konser Crocus City Hall, Moskow, yang menewaskan 139 orang. Kelompok teroris yang merupakan bagian dari “Negara Islam Provinsi Khorasan” (ISIS-K) mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan tersebut.
Meskipun Kremlin menyalahkan Kyiv sebagai dalang di balik serangan tersebut, Putin sendiri mengakui bahwa ISIS turut terlibat namun tetap menuduh Ukraina terlibat dalam insiden tersebut. Para analis pun memberikan kritik terhadap upaya Kremlin yang diduga mencoba mengalihkan perhatian masyarakat dari kegagalan keamanan yang terjadi.
Serangan teror di Rusia ini pun menimbulkan kekhawatiran akan kerentanan keamanan negara tersebut. Meskipun Putin menepis peringatan dari AS terkait potensi aksi teror di Moskow, badan intelijen Rusia dianggap lemah dalam menghadapi ancaman tersebut akibat pendekatan otoriter pemerintahan Putin.
Pengamat politik juga mengkritik fokus badan intelijen Rusia yang lebih banyak pada pembangkang internal daripada ancaman eksternal. Para ahli politik dari hubungan Russia-Amerika pun menyoroti sulitnya menanggapi serangan teror di tengah situasi yang sudah kompleks akibat konflik di Ukraina.
Dengan reaksi yang dianggap kurang efektif, para ahli percaya bahwa tindakan Putin tidak akan mencegah serangan teror di masa depan, meninggalkan pertanyaan besar akan keamanan negara yang semakin rentan.