JAKARTA, KOMPAS.com – PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) telah membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel electrical rotary kiln (RKEF).
Selain itu, juga dibangun fasilitas pengolahan dan pemurnian kobalt dengan menggunakan teknologi Substantial Stress Acid Leaching (HPAL) di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Wika dan CNI telah menandatangani kontrak kerjasama untuk proyek pabrik pengolahan dan pemurnian nikel Electric Rotary Kiln (RKEF) untuk lini produksi 3 dan 4 (2 x72 MVA) dengan nilai kontrak 2, 8 triliun Rupiah dan 180 juta USD.
Baca juga: Pengusaha menginginkan pekerjaan, bukan hanya demonstrasi, tetapi dialog untuk menyelesaikan masalah
“Insya Allah proyek ini dapat diselesaikan tepat waktu dengan kualitas yang memuaskan dan dapat menjadi titik kritis untuk menghidupkan kembali industri mineral dalam negeri dan dunia,” kata CEO Wika Agung, Sabtu. Budi Waskito dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/11/2020).
Pabrik Feronikel akan terdiri dari dua lini produksi yang masing-masing didukung oleh fasilitas produksi utama yaitu Pengering putar dengan kapasitas 196 ton for each jam (foundation basah), Rotary kiln dengan kapasitas 178 ton for each jam (dasar basah), Oven listrik dengan kapasitas 72 MVA dan peralatan pendukung lainnya dengan focus on penyelesaian proyek pada tahun 2023 dan mampu mencapai kapasitas produksi 27.800 ton Ni for every tahun.
Pada saat yang sama, proyek untuk membangun fasilitas teknologi pemurnian dan pemurnian kobalt (HPAL) harus memiliki kapasitas produksi 100.000 ton for each tahun endapan hidroksida campuran (MHP) dan 158.000 ton konsentrat for each tahun. kromium.
“Semoga dengan semangat merah-putih yang menjadi jiwa kita semua, nikel menjadi harapan yang dapat menstimulasi pertumbuhan industri logam dasar, serta industri pertumbuhan ekonomi nasional, ”tambah Ketua PT CNI Derian Sakmiwata.
Di masa mendatang, Proyek Pengembangan Pabrik Pemrosesan dan Pemurnian Nikel akan menggunakan rute rotary kiln – kiln listrik yang telah terbukti untuk mengubah bijih nikel dengan kadar 1,59% Ni menjadi feronikel dengan kadar 22%.
Baca juga: 779 warga kota Serang menerima kompensasi tumpahan minyak Pertamina
Berbeda dengan pabrik nikel di Indonesia pada umumnya yang menggunakan oven listrik Tipe bundar, pabrik ini menggunakan oven listrik Tipe persegi panjang yang memiliki keunggulan antara lain memiliki konsumsi energi yang lebih efisien for every ton atau kWh per ton karena menggunakan desain elektroda yang dibenamkan dalam slag (terendam).
Sedangkan fasilitas pengolahan dan pemurnian kobalt dengan teknologi (HPAL) terbukti mampu mengolah bijih nikel dari limonit dengan kadar Co 1,25% dan Ni ,13%. Endapan hidroksida campuran dengan kandungan 40.000 ton nikel for each tahun dan 4.000 ton kobalt for every tahun sebagai bahan baku komponen baterai untuk kendaraan listrik.
“Sarjana musik ekstrem. Penggemar kopi yang ramah. Penginjil makanan. Pembaca hardcore. Introvert freelance. Pengacara Twitter.”