JAKARTA, KOMPAS.com – Direktorat penyelidik kejahatan dunia maya Bareskrim Polri penangkapan 10 pemecah akun bank yang bekerja dari 2017 hingga 2020.
Kita tahu, rekening yang dibobol tersangka belum berkurang, yakni 3.070 rekening dengan modus menipu korban untuk mendapatkan kode. Kata sandi satu kali (OTP).
Total kerugian yang diderita pelanggan mencapai Rp 21 miliar.
Tersangka berinisial AY, YL, GS, K, J, RP, KS, CP, PA dan A ditangkap di Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Baca juga: Polisi: Sindikat penipuan mode OTP menutupi hasil kejahatan di rekening penduduk desa
Namun, Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono, tidak menyebutkan kapan 10 orang tersebut ditangkap.
Kronologi kasus
Argo mengungkapkan, kasus tersebut bermula dari laporan korban ke Bareskrim pada Juni 2020.
“Dari masyarakat serta dari layanan perbankan dan transportasi on line rugi sekitar Rp 21 miliar, ”kata Argo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (5/10/2020).
Setelah menerima laporan tersebut, Direktorat Cybercrime, Bareskrim Polri membentuk tim untuk melakukan penyidikan.
Investigasi mengarahkan polisi ke 10 pelaku yang melakukan pekerjaan kotor dari Sumatera Selatan.
Baca juga: Mencegah kejahatan perbankan, BIS bekerja sama dengan kejaksaan
“Ada 10 pelaku. Saat subuh sekitar pukul 04.00 WIB, pelaku ditangkap dan tidak melawan,” kata Argo.
Prosedur
Menurut keterangan polisi, pelaku membobol atau mengambil alih rekening korban dengan menggunakan kode OTP.
Para tersangka memperdaya korban untuk mendapatkan kode rahasia tersebut.
“Dia (tersangka) menelepon nasabah bank, menanyakannya kata sandiAlasannya, perbaikan data identitas, perbaikan sistem, dan sebagainya, ”kata Argo.
Menurutnya, seseorang mungkin tidak menyadari bahwa dirinya sedang ditipu sehingga memberikan kode kejaksaan kepada pelaku.
Bahkan, setelah memeriksa rekening korban, tersangka memindahkan uang korban ke rekening deposito.
Baca juga: Kartu identitas Kamboja palsu yang diduga terkait dengan kejahatan perbankan
Argo mengatakan para tersangka memiliki rekening escrow yang banyak.
Rekening escrow berasal dari penduduk sekitar rumah penulis.
“Di dekat desa diajak buka rekening. Ada tim yang menjadi pemandu, dialah yang berjalan, memberikan ketertarikan orang-orang di sekitarnya untuk membuka rekening, itu untuk itulah yang disajikan oleh rekening simpanan, ”katanya.
Setelah terkumpul, ada tersangka yang berperan mengambil uang dari rekening simpanan.
Ada juga tersangka yang bertugas menyiapkan peralatan teknologi. Pengontrol operasi ini adalah tersangka AY.
Uang yang ditarik kemudian dibagikan kepada tersangka. Kapten atau pengawas operasi mendapat 40 persen dan sisanya ke aktor lain.
Baca juga: Mencegah kejahatan perbankan adalah hal yang perlu dilakukan nasabah
Menurut pernyataan polisi, serikat ini beroperasi secara terstruktur. Mereka beroperasi dari gubuk di hutan sebelah desa mereka.
Hasil Kejahatan
Menurut informasi yang diperoleh penyidik, tindakan tersangka dilakukan karena alasan ekonomi.
Argo mengatakan pembobolan yang diduga dilakukan tersangka sudah menjadi pekerjaannya sehari-hari.
“Motifnya untuk ekonomi, tapi setelah dicek betul bisa memperbaiki hidupnya, ada rumah bagus, dia punya mobil,” kata Argo.
Total, menurut polisi, tersangka menggunakan uang hasil akta Rp 8 miliar tersebut.
Argo mengatakan uang tersebut digunakan pelaku untuk keperluan pribadi, seperti membeli mobil atau membangun rumah.
Baca juga: Bareskrim menangkap 10 tersangka dalam dugaan pengambilalihan rekening OTP
Bahkan, polisi menemukan rumah pelaku yang memiliki kolam renang.
Ancaman hukuman
Dalam kasus ini, polisi juga menyita barang bukti berupa laptop, handphone, kartu bank, buku tabungan dan uang.
Penulis terjebak pada pasal 30 ayat 1 UU ITE, pasal 46 ayat 1 UU ITE dan pasal 32 pasal 48 UU ITE dan UU ITE. pasal 363 KUHP.
“Ini mengancam 6 sampai 10 tahun penjara,” kata Argo.
Polisi sejauh ini mengaku masih berusaha mencari tahu apakah ada tersangka lain dalam kasus tersebut.
“Sarjana makanan bersertifikat. Pencinta internet. Guru budaya pop. Gamer yang tidak menyesal. Penggemar musik fanatik.”