JAKARTA, 29 Desember (Reuters) – Indonesia akan menghadapi cuaca terkering sejak 2019 tahun depan, kata badan meteorologi negara itu pada Kamis, mengutip pola La Nina yang melemah.
Badan BMKG memperingatkan bahwa curah hujan yang lebih sedikit dapat meningkatkan risiko kebakaran hutan, sementara tren selama tiga tahun terakhir juga menunjukkan peningkatan risiko gempa bumi dan tsunami.
“Mei hingga April 2023 akan lebih kering dibandingkan tiga tahun terakhir, sehingga risiko kebakaran meningkat,” kata Direktur BMKG Dwikorita Karnawati kepada wartawan.
Dia mengatakan pengaruh La Nina, yang mengacu pada pendinginan suhu permukaan laut yang dikombinasikan dengan angin dan hujan, akan berakhir sekitar Maret 2023, sehingga curah hujan akan berkurang.
Dwikorita mengatakan musim kemarau tahun depan bisa serupa dengan tahun 2019, ketika lebih dari 1,65 juta hektar (4,1 juta hektar) hutan terbakar. Kebakaran telah merugikan negara setidaknya $5,2 miliar dalam kerusakan dan kerugian ekonomi, menurut perkiraan Bank Dunia.
Indonesia telah mampu membatasi kerugian sejak saat itu, dengan lebih dari 200.000 hektar hutan dan lahan terbakar antara Januari dan November tahun ini, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Untuk mencegah kebakaran hutan, Dwikorita mengatakan BMKG dan KLH akan melakukan modifikasi cuaca pada April atau Mei. Istilah ini biasanya mengacu pada penyemaian awan – pembakaran garam untuk memicu presipitasi di daerah kering.
Sementara kekeringan di area penanaman utama kelapa sawit pada tahun 2019 juga mempengaruhi produksi pada tahun tersebut, BMKG tidak memprediksi dampak kondisi cuaca tahun 2023 terhadap tanaman.
Pelaporan oleh Ananda Teresia; Pelaporan tambahan oleh Bernadette Christina Munthe; Editing oleh Gayatri Suroyo dan Tomasz Janowski
Standar kami: Prinsip Kepercayaan Thomson Reuters.
“Sarjana makanan bersertifikat. Pencinta internet. Guru budaya pop. Gamer yang tidak menyesal. Penggemar musik fanatik.”