Pythagoras, seorang filsuf Yunani terkenal di bidang matematika, telah ditemukan pernah salah dalam menggunakan matematika untuk menciptakan keindahan musik. Pythagoras percaya bahwa kombinasi nada harmonis dalam musik bergantung pada ‘rasio bilangan bulat’ sederhana dalam frekuensi atau nada. Namun, peneliti baru-baru ini menemukan bahwa preferensi terhadap musik sebenarnya cenderung pada sedikit ketidaksempurnaan matematis.
Instrumen musik tradisional Indonesia seperti gong, gambang, dan bonang memiliki pola konsonan dan disonansi yang baru dan tidak cocok dengan skala musik budaya Barat. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara timbre dan konsonan dapat mempengaruhi preferensi musik yang berbeda antar budaya.
Penelitian ini yang diterbitkan di jurnal ilmiah Nature Communications mengemukakan bahwa variasi budaya dalam sistem skala nada mungkin didorong oleh sifat spektral alat musik yang digunakan oleh budaya yang berbeda. Temuan ini menarik karena mengubah pandangan bahwa matematika adalah kunci utama dalam pembentukan keindahan musik.
Dengan demikian, peneliti menekankan pentingnya memahami keragaman budaya dalam konteks musik dan mengakui bahwa tidak ada pendekatan tunggal yang benar dalam menciptakan keindahan musik. Dengan adanya studi ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana preferensi musik berkembang di berbagai budaya di seluruh dunia.
Penggemar alkohol pemenang penghargaan. Spesialis web. Pakar internet bersertifikat. Introvert jahat. Ninja bacon. Penggemar bir. Fanatik perjalanan total.